Edisi 1847
- Perlu kita pahami bahwayang paling mengerti cara menjalani kehidupan manusia dengan baik adalah yang menciptakan manusia, yaitu Allah Ta’ala
- Allah Ta’alatelah menjelaskan jika kita mau mengikuti petunjuk-Nya maka kita akan selamat, tidak akan tersesat dan tidak akan celaka
- Orang yang mentauhidkan Allah mendapatkan rasa aman dan petunjukserta selamat dunia dan akhirat
- Kesyirikan merupakan kedzalimankarena menempatkan peribadahan yang seharusnya ditujukan hanya untuk Allah tetapi dia palingkan kepada selain-Nya
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman (kesyirikan), mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk” (Q.S. Al An’am: 82)
—
Ujung kehidupan yang kita lalui ada pada dua pilhan: surga ataukah neraka. Bagi yang akhir perjalanannya adalah di surga berarti dia adalah orang yang selamat, sedangkan yang tempat pemberhentiannya di neraka adalah orang yang celaka. Betapa banyak orang yang yakin bahwa dirinya kelak akan selamat dalam mengarungi perjalanan panjang ini, namun kenyataannya mereka tak mengerti bagaimana caranya supaya keselamatan ia didapatkan.
Siapa yang paling mengerti cara mendapatkan keselamatan?
Siapa orang yang paling mengerti cara mengoperasikan sebuah handphone dengan baik? Jawabnya adalah orang yang membuat handphone tersebut. Siapa yang paling mengerti cara menjalani kehidupan manusia dengan baik? Jawabannya adalah Dzat yang menciptakan kehidupan manusia ini, yaitu Allah Ta’ala.
“Dan bukankah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi, mampu menciptakan kembali yang serupa itu? Benar, dan Dia Maha Pencipta, Maha Mengetahui.” (Q.S. Yasin: 81)
Jaminan keamanan dan keselamatan
Kita bisa saja tidak percaya jika jaminan akan keselamatan itu diucapkan oleh manusia. Namun jika jaminan tersebut dari Allah Ta’ala, Dzat yang telah menciptakan kehidupan ini maka hal tersebut pasti benar. Allah Ta’ala telah menjelaskan jika kita mau mengikuti petunjuk-Nya maka kita akan selamat, tidak akan tersesat dan tidak akan celaka.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, niscaya ia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (Q.S. Thaha: 123 – 124)
Abul Aliyah mengatakan yang dimaksud dengan petunjuk ialah para nabi, para rasul serta keterangan yang disampaikan mereka. Ibnu Abbas mengatakan, bahwa orang yang mengikuti petunjuk tersebut tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat kelak. Adapun yang menentang perintah Allah Ta’ala, menentang apa yang telah Allah Ta’ala turunkan kepada para rasul, lalu berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil petunjuk dari selainnya, maka baginya kesempitan hidup di dunia dan kesengsaraan. Tidak ada ketenangan walaupun pada lahiriahnya ia hidup mewah. Mujahid, Abu Saleh, dan As-Saddi menjelaskan bahwa di akhirat kelak mereka tidak mempunyai alasan untuk membela dirinya. (Tafsir Ibnu Katsir, 5/283-284)
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk” (Q.S. Al An’am: 82).
Kedzaliman yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kesyirikan. Kedzaliman memiliki makna menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, sedangkan kesyirikan merupakan kedzaliman karena menempatkan peribadahan yang seharusnya ditujukan hanya untuk Allah Ta’ala akan tetapi dia palingkan kepada selain Allah Ta’ala. (Al Mulakhos fi Syarh kitab tauhid, hal. 24; Syarh Muyassar li kitab tauhid, hal. 16 ). Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya kesyirikan adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. Lukman: 13)
Orang yang mentauhidkan Allah Ta’ala lah yang akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk sehingga mereka akan selamat menjalani kehidupannya. Dan sebaliknya, orang yang berbuat syirik tidak akan merasakan keamanan, petunjuk dan keselamatan.
Keamanan dan petunjuk yang didapatkan oleh orang yang mentauhidkan Allah Ta’ala adalah kemanan dan petunjuk yang sempurna, baik di dunia maupun di akhirat. Keamanan di dunia adalah ketenangan dari rasa sedih dan takut, sedangkan keamanan di akhirat adalah keamanan dari adzab sejak masuk kubur hingga nanti masuk surga. Petunjuk di dunia ilmu berupa ilmu syar’i dan taufiq untuk mengamalkannya, sedangkan petunjuk di akhirat berupa petunjuk menuju surga (Taisirul Karimir Rahman, hal. 263; Mulakhos fi syarhi kitab tauhid, hal. 24; Syarh Muyassar li kitab tauhid, hal. 15)
Balasan surga bagi ahli tauhid
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya; ‘Isa adalah hamba, rasul-Nya, dan kalimat yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh dari-Nya; dan bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, sesuai amal yang telah dikerjakakannya” (H.R. Bukhari no. 3435, Muslim no. 28, Tirmidzi no. 2640, dan Ahmad dalam musnadnya 5/314)
Allah Ta’ala menjanjikan surga bagi ahlu tauhid, yakni orang dengan kriteria yang disebutkan dalam hadits tersebut. Persaksian yang disebutkan dalam hadits tersebut tidak hanya sebatas ucapan persaksian semata, namun juga mengetahui maknanya dan diamalkan konsekuensi dari persaksian tersebut.
“Sesuai amal yang telah dikerjakannya” pada hadits tersebut memiliki dua makna:
- Allah Ta’alaakan memasukkan orang bertauhid yang tidak melakukan kesyirikan dan kekufuran ke dalam surga walaupun ia kurang dalam amalan kebaikannya dan ia melakukan berbagai dosa. Baik ia masuk ke dalam surga secara langsung karena Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosanya ataukah ia diadzab di dalam neraka terlebih dahulu karena dosa-dosanya kemudian dimasukkan ke dalam surga.
- Allah Ta’alamemasukkan orang yang bertauhid ke dalam surga dan menjadikan kedudukannya di surga sesuai dengan amalnya selama di dunia karena kedudukan di surga itu bertingkat-tingkat sesuai amalannya semasa di dunia.
(Fathul bari, 6/475, Mulakhos fi syarhi kitab tauhid, hal. 26; Syarh Muyassar li kitab tauhid, hal. 18-19; Fathul Majid li Syarhi kitab tauhid).
Kunci Selamat dari Neraka
Tidaklah disebut orang yang selamat apabila tempat kembalinya adalah neraka. Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa ada karakteristik orang-orang yang diharamkan masuk neraka.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesunggunhya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengatakan Laa ilaaha illallah, yang di ucapkan ikhlas mengharapkan wajah Allah” (H.R. Bukhari no. 425, Muslim no. 33, Ahmad dalam musnadnya 4/44, 5/449)
Maksud dari pengharaman dari neraka ini mencakup dua bentuk:
- Pengharaman mutlak, yaitu tidak tersentuh api neraka sama sekali.
Bisa jadi karena ia meninggal dalam keadaan tanpa membawa dosa karena sudah bertaubat, atau ia termasuk golongan yang masuk surga tanpa hisab tanpa azab, atau ia meninggal masih membawa dosa namun ternyata Allah Ta’ala mengampuni dosanya tersebut, atau ia meninggal masih membawa dosa namun ternyata timbangan kebaikannya di hari kiamat lebih berat dari pada keburukaannya.
- Pengharaman bertahap, dalam arti dikeluarkan dari neraka setelah sempat dimasukkan ke dalamnya selama beberapa waktu.
Yaitu orang yang bertauhid namun masih melakukan perbuatan dosa, meninggal dalam keadaan membawa dosa tersebut, kemudian timbangan dosanya lebih berat dibandingkan kebaikannya. Orang-orang seperti ini akan masuk ke dalam neraka terlebih dahulu, kemudian karena ia tidak berbuat kesyirikan dan kekufuran maka Allah Ta’ala memasukkannya ke dalam surga.
(At Tamhid li Syarh Kitab Tauhid, hal 26; Syarh Muyassar li kitab tauhid, hal. 18-19)
Kesalahan fatal: menyepelekan belajar tauhid
Mungkin banyak kaum muslimin sudah membaca hadits-hadits di atas berkali-kali. Namun berkali-kali pula kaum muslimin menyepelekan permasalahan ini. Merasa sudah tuntas belajar tauhid, merasa sudah menguasai penuh cara bertauhid dengan benar, merasa diri sudah bertauhid dengan baik dan pasti terhindar dari kesyirikan. Ini kesalahan fatal. Tidak ada yang menjamin kita selamat dari kesyirikan. Betapa banyak orang yang semasa hidupnya terlihat taat beribadah dan berdakwah namun akhirnya meninggal dalam keadaan melakukan kesyirikan atau kekufuran. Nabi Ibrahim ‘alaihis salam saja berdoa agar dijauhkan dari kesyirikan dan doanya tersebut diabadikan dalam Al Quran, “Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini (Mekah) negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala (melakukan kesyirikan).” (Q.S. Ibrahim: 35). Itu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang digelari dengan ‘imamnya orang-orang yang mentauhidkan Allah Ta’ala’. Lantas, pantaskah kita yang bukan siapa-siapa merasa sudah aman dan pasti akan selamat dari kesyirikan?
Semoga Allah Ta’ala memberi petunjuk kepada kita, menjaga, dan menjauhkan kita dari kesyirikan dan kekufuran yang bisa mengantarkan ke neraka yang kekal abadi.
Ditulis : Pridiyanto, S.Farm., Apt. (Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)
Dimurajaah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.